JAKARTA – Ketegangan yang terjadi di Laut China Selatan tidak boleh lagi dianggap sepele. Pemerintah harus mulai tegas dalam upaya mempertahankan kedaulatan wilayah, khususnya di Laut Natuna Utara yang acapkali diklaim oleh China.
China sendiri tampaknya mulai jumawa dalam mengklaim wilayah laut tradisionalnya yang didasarkan pada 9 garis putus-putus.
Tidak hanya mengabaikan hukum dan perjanjian internasional, China kini lebih agresif dengan mengizinkan penjaga pantai atau coast guard mereka untuk menembak kapal asing yang dianggap melanggar kedaulatan wilayah negeri tirai bambu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Izin itu telah disahkan oleh badan legislatif tertinggi China, Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional dalam sebuah UU Penjaga Pantai pada Jumat (22/01/21) lalu.
UU dibuat dengan dalih untuk menjaga kedaulatan, keamanan, dan hak maritim China.
Selain itu, UU juga memberdayakan penjaga pantai untuk membuat zona eksklusi sementara “sesuai kebutuhan” untuk menghentikan kapal dan personel lain masuk.
Bagi Indonesia, UU ini merupakan ancaman. Sebab Indonesia dan China terlibat tumpang tindih klaim wilayah laut di Laut Natuna Utara.
Di mata Indonesia, wilayah itu merupakan bagian dari ZEE di Natuna Utara yang menjorok ke China. Sementara China mengklaim sebagai traditional fishing ground yang didasarkan pada sembilan garis putusnya.
Secara hukum internasional, klaim China memang tidak berdasar. Tapi yang harus jadi catatan adalah China merupakan negara pemegang hak veto di PBB.
Halaman : 1 2 Selanjutnya