Anti Islamophobia sendiri yang sudah dibuatkan resolisinya oleh PBB justru tidak mendapat apresiasi yang memadai dari Pemerintah Indonesia yang justru rentan untuk terus dikambing hitamkan sebagai sumber keributan di dunia maupun di Indonesia sendiri.
Bagi Indonesia, menurut Hidayat Nur Wahid, bukti keseriusan Indonesia perlu dibuktikan dengan membuat UU Anti Islamophobia, agar tidak lagi terjadi perilaku pengekangan bahkan perlawanan dari masyarakat yang dapat menimbulkan pengadilan jalanan yang inkonstitusional dan tidak sesuai dengan semangat resolusi Anti Islamophobia. Kajian Rancangan UU Anti Islamophobia seperti yang digagas Majlis Ulama Indonesia (MUI) maupun dari masyarakat kampus, seperti dari Universitas Prof. Hamka. (www.mpr.go.id, 18 Januari 2024). Karena di dunia pun sudah ada UU Anti Semitism yang sudah berlaku di sejumlah negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karena itu wajar bila Indonesia sendiri memiliki UU Anti Islamophobia dan memasukkan tanggal 15 Maret dalam kalender nasional sekaligus menjadikan setiap tanggal tersebut sebagai hari libur nasional.
Beragam bentuk Islamophobia yang terjadi di Indonesia seperti banyaknya Perda (Peraturan Daerah) yang justru dihapus oleh Kementerian Dalam Negeri hanya karena Perda itu berbau Syariah. Padahal, Perda itu telah dibuat dengan mekanisme yang sesuai dengan UU dan tradisi demokrasi (musyawarah) pada tingkat setiap daerah serta melibatkan partisipasi masyarakat setempat.
Penulis : Jacob Ereste
Editor : Redaksi
Sumber Berita : Lintastungkal
Halaman : 1 2 3 4 5 Selanjutnya