“Pemikirannya, jangan hanya santri dan siswa yang diberi wawasan kebangsaan, sementara penyelenggara dan mereka yang terlibat dalam lembaga pendidikan tidak disentuh. Justru makin rawan bila radikalisme meyusup kepada penyelenggara pendidikan,” kata KH Chriswanto.
Pamong yang menjadi orangtua pengganti bagi santri dan siswa diedukasi melalui SPI, karena mereka berfungsi sebagai pengganti orangtua, “Sistem boarding school di LDII, membuat para siswa dan santri jauh dari orangtua. Pamong berfungsi sebagai pengganti orang tua, untuk itu mereka harus terlebih dahulu ditanamkan wawasan kebangsaan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Model tersebut membuat KH Chriswanto Santoso yakin, di lingkungan pesantren tidak ada ruang untuk radikalisme. Sebaliknya, rasa cinta tanah air dan bangsa tumbuh dengan baik. Sehingga para santri bisa terus berkontribusi dalam upaya pembangunan nasional. (Dhea)