Ketidakpastian global yang ditimbulkan oleh kebijakan AS juga berdampak pada arus modal internasional. Sri Mulyani mencatat bahwa investor cenderung mengalirkan dana ke aset-aset safe haven dalam situasi ketidakpastian. Hal ini sejalan dengan teori perilaku investor yang dikemukakan oleh John Maynard Keynes, yang menyatakan bahwa investor cenderung mencari keamanan saat menghadapi ketidakpastian. Bagi Indonesia, hal ini dapat memperburuk kondisi ekonomi domestik, karena arus modal yang keluar akan mengurangi likuiditas dan investasi asing. Penurunan investasi asing dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang sangat bergantung pada sektor-sektor yang menarik perhatian investor global. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengembangkan kebijakan yang dapat meningkatkan daya tarik investasi asing meskipun dalam situasi yang penuh ketidakpastian.
Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh AS menunjukkan bahwa Indonesia perlu melakukan reposisi dalam kebijakan ekonominya. Michael Porter, dalam teori strategi kompetitifnya, menekankan pentingnya diferensiasi dan keunggulan kompetitif dalam menghadapi persaingan global. Indonesia harus mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk domestiknya agar dapat bertahan di pasar global yang semakin kompetitif. Dengan adanya kebijakan tarif dari AS, Indonesia harus menilai kembali strategi pengembangan industri domestik untuk mengurangi dampak negatif kebijakan luar negeri. Hal ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat sektor-sektor yang memiliki keunggulan kompetitif, seperti industri manufaktur dan teknologi. Penerapan strategi yang adaptif dan inovatif akan sangat penting dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh kebijakan perdagangan AS dan Tiongkok.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lembaga-lembaga keuangan multilateral, seperti Bank Dunia dan Asian Development Bank, juga memainkan peran penting dalam mendukung kebijakan ekonomi Indonesia. Sri Mulyani menyoroti pentingnya dukungan dari lembaga-lembaga ini dalam menghadapi kesulitan ekonomi yang ditimbulkan oleh ketidakpastian global. Teori intervensi pemerintah dalam ekonomi menggarisbawahi bahwa lembaga-lembaga ini dapat memberikan bantuan finansial dan teknis untuk mendukung negara-negara yang mengalami kesulitan. Namun, ada potensi kontradiksi di sini, karena ketergantungan pada lembaga multilateral dapat mengurangi otonomi kebijakan ekonomi nasional. Negara seperti Indonesia perlu berhati-hati dalam mengelola hubungan dengan lembaga-lembaga ini agar tidak terjebak dalam ketergantungan yang berlebihan. Peningkatan kemandirian dalam pengelolaan ekonomi domestik tetap menjadi tujuan jangka panjang bagi Indonesia.
Ketergantungan pada lembaga internasional juga menciptakan tantangan tersendiri bagi Indonesia dalam kebijakan ekonomi. Meskipun lembaga-lembaga tersebut memberikan dukungan yang sangat dibutuhkan, Indonesia harus menjaga keseimbangan antara dukungan eksternal dan kebijakan ekonomi nasional. Jika ketergantungan ini terlalu besar, Indonesia dapat kehilangan kontrol atas kebijakan ekonomi domestiknya. Oleh karena itu, pengelolaan hubungan dengan lembaga-lembaga multilateral harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengurangi kapasitas untuk mengambil keputusan yang independen. Keberhasilan Indonesia dalam mengelola ketergantungan ini akan sangat bergantung pada kemampuan untuk mempertahankan otonomi dalam merumuskan kebijakan ekonomi. Secara keseluruhan, Indonesia perlu memperkuat kemandirian ekonominya agar tidak tergantung pada bantuan eksternal dalam jangka panjang.
Penulis : Andhika Wahyudiono : Dosen UNTAG Banyuwangi
Editor : Redaksi
Sumber Berita: Lintastungkal
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya