M. Nuh pun mengajak seluruh insan pers untuk terus memobilisir sumber daya yang ada di masyarakat dijahit menjadi bagian dari ‘kekitaan’.
“Yakinlah dengan kekitaan itu persoalan rumit pun InsyaAllah bisa diselesaikan, ditambah lagi hari ini kita bermunajat kepada Allah, hakekatnya yang bisa menyelesaikan persoalan itu Allah, yang bisa menyembuhkan itu Allah,” ucapnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Rumus terakhir yang ingin ia bagikan adalah menumbuhkan empati terhadap sesama. “Begini Pak Atal, social complexity itu perkembangannya jauh lebih cognitive capacity. Persoalan sosial sudah sampai di sini, tapi pemahaman kita masih di sini sehingga ada gap, ada blank zone, ada wilayah masih gelap yang jadi misteri,” tuturnya.
Di wilayah masih abu-abu inilah semua orang diminta berpikir mencari alternatif-alternatif jawaban, termasuk memanfaatkan data-data scientific approach.
“Kami sangat yakin panjenengan sudah melakukan itu semua, yaitu ajak semua menumbuhkan partisipasi, empati. Simpati sudah selesai, ndak cukup simpati saja tapi yang dibutuhkan empati, ada suasana emosi tapi ada suasana riil yang bisa kita beri dukungan,” jelas M. Nuh.
Ia sependapat dengan pernyataan Atal. S Depari tentang perang melawan COVID-19. “Begitu kita declare melawan covid, maka harus kita berlindung kepada Allah, jangan menjadi disersi, disersi sosial maupun spiritual,” tegas dia.
Disersi istilah yang dipakai di dunia kemiliteran, yaitu tentara yang melarikan diri saat perang.
Halaman : 1 2 3 4 5 Selanjutnya