Perlakuan seperti yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia ini tidak perlu terjadi. Sebab di Bali sudah dilakukan Perda yang khas Hindu, seperti hari Nyepi. Kecuali itu, semangat dari Majlis Umum PBB juga meminta semua negara anggota yang terlibat bersama seluruh pemangku kepentingan untuk terus melakukan sosialisasi dialog antar agama dan antar budaya serta dapat menerima adanya perbedaan sebagai suatu kekayaan budaya.
Jadi jelas tujuan dari anti Islamophobia — sebagai upaya memerangi segala bentuk rasisme, diskriminasi rasial dan xenofobia, stereotip negatif maupun stigma sepatutnya tidak menjadi penghambat upaya untuk motivasi guna menata kerukunan umat beragama — sebagai energi pembangkit usaha membangun ikatan persaudaraan antara umat beragama yang sangat beragam di Indonesia. Karena hanya dengan cara meniadakan rasa kecurigaan, waksangka buruk, rasa ketatukan yang tidak perlu itu, maka kerukunan umat beragama di Indonesia yang sangat beragam akan menjadi energi yang nemiliki nilai tambah untuk membangun dan bangkit bersama dalam tatanan bangsa dan negara Indonesia yang sungguh sangat memerlukan rasa kebersanaan dan persatuan guna memoerkuat bingkai negara dalam falsafah luhur yang dimaksud dari Pancasila itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI) yang digelindingkan sejumlah tokoh nadiobal sejak 20 tahun silam — Gus Dur, Susuhunan Paku Buwono XII, Prof. Dr (HC) KH. Habib Chirzin dan Sri Eko Sriyanto Galgendu berikut organisasi lintas negara dan lintas agama ICRP (Indonesian Conference on Relugion abd Peace) bersama sejumlah tokoh lintas agama lainnta seperti Djohan Effendi itu, beranjak dari pemikiran untuk memperjusngkan kebebasan beragama. Tentu saja kebebasan beragama itu tidak juga hanya untuk kaum minoriras semata, tetapi bagi seluruh umat beragama, utamanya di Indonesia yang sangat beragam dan plural.
Penulis : Jacob Ereste
Editor : Redaksi
Sumber Berita : Lintastungkal
Halaman : 1 2 3 4 5 Selanjutnya