Peran kedua, Fritz mengharapkan mahasiswa bisa menjadi pemantau Pemilihan. Alasannya, pemantau adalah kerja-kerja pengabdian yang sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi. Selain itu, mahasiswa yang memantau pemilihan termasuk kelompok masyarakat yang dikategorikan pemilih cerdas.
“Kawan-kawan jadilah pemantau. Ini peran kedua. Namun, sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016, pemantau mendaftar ke KPU. Jadi beda dengan UU Nomor 7 Tahun 2017, pemantau mendaftar ke Bawaslu. Segeralah konsultasi ke KPU dan pantaulah Penyelenggaraan pilkada,” pintanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Peran ketiga, Fritz mengajak mahasiswa ‘melek’ digitalisasi pengawasan pemilu. Dia menerangkan, Bawaslu menciptakan aplikasi Gowaslu. Setiap mahasiswa bisa mengunduh dan memanfaatkan Gowaslu untuk memudahkan laporan dugaan pelanggaran pemilihan.
Menurutnya, mahasiswa yang aktif melaporkan dugaan pelanggaran ke Bawaslu melalui Gowaslu atau secara langsung ke kantor. Maka, mahasiswa itu lebih baik dari pada pengguna media sosial yang sibuk bertikai di dunia Maya.
“Ngapain ribut di medsos. Lebih baik laporkan setiap dugaan ke Bawaslu. Dari pada ribut dan menambah musuh. Lebih baik aktif dan laporan pun bisa ditindaklanjuti. Itu lah peran pengabdian mahasiswa dalam demokrasi,” terangnya.
Dari tiga peran mahasiswa dalam pilkada, Fritz mengapresiasi dan mendukung penguatan kerja sama antara Bawaslu Kabupaten Sumbawa dengan Universitas Samawa. Dia menegaskan, kerja sama antar Penyelenggara dengan Universitas sangat dibutuhkan untuk menjaga narasi sehat dan pilkada yang berkualitas.(*)
Artikel ini telah dipublikasikan oleh Bawaslu RI dengan Judul; Tiga Pilihan Partisipasi Mahasiswa Dalam Pilkada 2020
Halaman : 1 2