EDITORIAL – Pengangguran generasi Z (Gen Z) di Indonesia menjadi perhatian serius, terutama dengan data yang menunjukkan bahwa hampir 10 juta penduduk usia 15-24 tahun tidak sekolah, tidak bekerja, atau tidak mengikuti pelatihan (NEET). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka NEET ini mencapai 22,5 persen dari total populasi usia 15-24 tahun pada Agustus 2023. Meski ada penurunan kecil dari tahun sebelumnya, tantangan tetap besar.
Dari data yang disajikan, terlihat bahwa pengangguran Gen Z lebih tinggi di perkotaan dibandingkan pedesaan, dengan mayoritas pengangguran adalah perempuan. Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, menyebutkan bahwa penyebab utama pengangguran adalah pencarian pekerjaan yang belum berhasil, terutama di antara lulusan SMA/SMK dan S1/D4 perguruan tinggi.
Tantangan utama yang dihadapi adalah kurangnya kesesuaian antara pendidikan/pelatihan yang diterima dengan kebutuhan pasar kerja. Banyak lulusan SMA/SMK yang tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan permintaan pasar kerja. Oleh karena itu, penyempurnaan sistem pendidikan dan pelatihan kerja perlu dilakukan agar sesuai dengan tuntutan pasar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Solusi untuk mengatasi masalah pengangguran Gen Z perlu merangkum berbagai aspek. Pertama, pemerintah perlu mengidentifikasi secara tepat karakteristik pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan tempat tinggal. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang kelompok mana yang paling terdampak, upaya-upaya khusus dapat diarahkan dengan lebih efektif.
Penulis : Andhika Wahyudiono : Dosen UNTAG Banyuwangi
Editor : Redaksi
Sumber Berita : Lintastungkal
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya