“Pada proses amandemennya, muncul aturan-aturan yang bisa menjadi pasal karet, misalnya pasal tentang penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, kemudian pasal yang mengatur atau mengancam kebebasan pers, lalu pasal tentang demonstrasi dan unjuk rasa. Jangan sampai pasal-pasal kontroversial tadi digunakan sebagai alat kekuasaan untuk menggebuk lawan-lawan politik, untuk membungkam suara kritis rakyat, termasuk mengkriminalisasi rakyatnya sendiri,” tuturnya.
Selanjutnya, AHY juga menegaskan bahwa Partai Demokrat sejak awal menolak RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) dan karenanya menolak terbitnya Perppu Ciptaker no 02/ 2022, karena tidak dalam keadaan genting dan memaksa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Partai Demokrat sedari awal telah menolak aturan itu. Ingat, kita walk out saat rapat paripurna pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja pada awal Oktober 2020. Karena beleid itu pada cacat, baik secara formil maupun materiil. Perppu mestinya diterbitkan di tengah keadaan genting dan memaksa. Padahal tidak ada situasi hari ini yang rasanya tidak ada menunjukkan hal tersebut,” kata AHY. “Kalau pun ada yang genting, itu adalah hilangnya semangat berdemokrasi, etika dan moral politik pada saat ini,” tambahnya.
Halaman : 1 2 3 4 Selanjutnya