Giliran pembicara kedua Harry Sanjaya mengenalkan Dunia Nyata vs Dunia Digital. Dijelaskannya dunia digital sudah menjadi dunia nyata kedua bagi kita. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari sosial media, di sosial media kita mungkin mengenal banyak orang namun kita tidak kenal secara baik dengan orang tersebut, hal ini menyebabkan mudahnya menyebarkan hoaks. Agar bisa terhindar dari hoaks perlu pendekatan wawasan kebangsaan, memahami dan menerapkan digital culture, literasi digital, menumbuhkan transparansi, meningkatkan kolaborasi, menawarkan digital training. Jangan ragu untuk menerapkan ide baru.
Tampil sebagai pembicara ketiga, Guntur Saputro, SIK, MH membahas tentang Etika Digital dan Penanganan Hoax. Menurutnya Etika dalam dunia digital sebenarnya tidak ada format bakunya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
“Sebenarnya kita mempunyai adat istiadat dalam berkehidupan. Seandainya diterapkan dalam dunia digital pasti akan berjalan dengan baik. Polri sendiri sudah melakukan langkah-angkah dalam memerangi berita bohong atau hoaks,” kata dia.
Terus kata Guntur, upaya yang dilakukan meliputi pencegahan dengan gerakan literasi digital hingga penegakan hukum.
“Selain itu Polri terus melakukan koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSn) untuk menghentikan dan memblokir akun-akun yang memproduksi dan menyebarkan hoaks,” sebutnya.
Pembicara keempat, Dr. Said Pariq, SH, MH menyinggung tentang Meningkatkan Kecakapan Digital Secara Profesional. Dimasa pandemi saat ini semua orang dituntut untuk memahami dunia digital. Seringnya masyarakat berkomunikasi di media sosial terkadang membuat mereka kebablasan dalam penyebaran berita hoaks. Berusahalah untuk saring dulu sebelum sharing informasi. Namun pada kenyataannya Indonesia menjadi bangsa yang konsumtif, bukan produktif.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya