LINTASTUNGKAL – Sebelumnya diketahui hukum perdagangan internasional merupakan salah satu bidang hukum yang mengalami perkembangan sangat cepat. Tuntutan kebutuhan manusia yang semakin beragam melahirkan hubungan perdagangan antar negara.
Transaksi-transaksi atau hubungan dagang yang terjalin berawal dari model berupa hubungan jual beli barang, pengiriman dan penerimaan barang, produksi barang dan jasa berdasarkan suatu kontrak, bahkan hubungan dagang yang lebih besar dan kompleks. Semua transaksi tersebut lah yang seringkali berpotensi menimbulkan sengketa antar negara.
Apabila terjadi sengketa dagang maka tidak bisa diselesaikan sewenang-wenang, sehingga diperlukannya prinsip-prinsip dalam penyelesaiannya. Secara umum, ada sejumlah prinsip dalam hukum perdagangan internasional yang digunakan menyelesaikan sengketa dagang internasional yang didasarkan pada prinsip-prinsip hukum perdagangan internasional secara universal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Prinsip-prinsip ini dapat dikemukakan secara berikut.
1. Prinsip Kesepakatan Para Pihak (Kosensus)
Prinsip kesepakatan para pihak ini menjadi dasar untuk dilaksanakan atau tidaknya suatu proses penyelesaian sengketa. Jadi, prinsip ini sangat esensial. Badan-badan peradilan (arbitrase) harus menghormati apa yang para pihak sepakati.
Termasuk dalam lingkup kesepakatan ini adalah bahwa salah satu atau kedua belah pihak tidak berupaya menipu, menekan atau menyesatkan pihak lainnya dan perubahan atau revisi terhadap muatan atas kesepakatan harus berasal dari kesepakatan kedua belah pihak.
2. Prinsip Kebebasan Memilih Cara-cara Penyelesaian Sengketa
Prinsip ini memberikan kebebasan penuh kepada para pihak untuk menentukan atau mekanisme yang bagaimana untuk sengketanya diselesaikan. Prinsip ini termuat dalam Pasal 7 The UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration. Pasal ini memuat definisi mengenai perjanjian penyerahan sengketa ke suatu badan arbitrase. Penyerahan suatu sengketa ke badan arbitrase ini lah yang harus berdasarkan pada kebebassan para pihaknya untuk memilih.
3. Prinsip Kebebasan Memilih Hukum
Prinsip kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri hukum apa yang diterapkan oleh badan peradilan seperti arbitrase pada pokok sengketanya. Kebebasan yang dimaksud pada prinsip ini termasuk kebebasan untuk memilih kepatutan dan kelayakan suatu penyelesaian sengketa, sumber di mana pengadilan memutuskan sengketa berdasarkan prinsip-prinsip keadilan.
Contoh kebebasan memilih ini yang harus dihormati badan peradilan adalah Pasal 28 ayat (1) UNCITRAL Model Law on International Commercial Arbitration.
4. Prinsip Itikad Baik (Good Faith)
Prinsip iktikad baik dapat dikatakan sebagai prinsip yang paling dasar dan paling sentral dalam penyelesaian sengketa. Prinsip ini mensyaratkan dan mewajibkan adanya iktikad baik dari para pihak dalam menyelesaikan sengketanya.
Prinsip iktikad baik disyaratkan untuk mencegah timbulnya sengketa yang dapat memengaruhi hubungan hubungan baik di antara negara
Prinsip ini disyaratkan harus ada ketika para pihak menyelesaikan sengketanya melalui cara-cara penyelesaian sengketa yang dikenal dalam hukum (perdagangan) internasional, yakni negosiasi, mediası, konsiliasi, arbitrase, pengadilan atau cara-cara pilihan para pihak lainnya.”
5. Prinsip Exhaustion of Local Remedies
Prinsip Exhaustion of Local Remedies sebenarnya semula lahir dari prinsip hukum kebiasaan internasional Dalam upayanya merumuskan pengaturan mengenai prinsip ini, Komisi Hukum Internasional PBB (International Law Commission) memuat aturan khusus mengenai prinsip ini dalam pasal 22 mengenai ILC Draft Articles on State Responsibility. Menurut prinsip ini, hukum kebiasaan internasional menetapkan bahwa sebelum para pihak mengajukan sengketanya ke pengadilan internasional, langkah-langkah penyelesaian sengketa yang tersedia atau diberikan oleh hukum nasional suatu negara harus terlebih dahulu ditempuh (exhausted).
Selanjutnya yang menjadi dasar hukum bagi forum atau badan penyelesaian sengketa yang akan menangani sengketa adalah kesepakatan para pihak. Kesepakatan inilah hukum. Kesepakatan tersebut diletakkan baik pada waktu kontrak ditandatangani atau setelah sengketa timbul. [Lanjut Halaman 2]
Halaman : 1 2 Selanjutnya